9/27/10

Smiles

Saya lupa kalau hari ini hari Minggu. Saya kembali teringat masa lalu di Belanda. Kami sekeluarga selalu rajin pergi ke Christ Church di Groenburgwal 42. Ayah sengaja mengajak kami ke sana, agar kami bisa langsung jalan-jalan sepulang gereja. Letaknya di tengah kota Amsterdam sehingga kami bisa leluasa menikmati keramaian market di Dam Square. Mirip seperti pasar malam di Indonesia, bedanya ini ada di siang hari. Dan tidak seperti di Indonesia yang mainannya tong setan, rumah hantu yang bau kemenyan atau bianglala ala kadarnya, ini benar-benar spektakuler karena ada rajawali-ala Dufan, kicir2 ala Dufan dan permainan lainnya. It was fun!

Hah lagi-lagi sofa lapuk ini membawa kenangan masa lalu.. Dasar ayah, saya rasa sofa ini sudah dijampi-jampi olehnya.

Sangat jarang saya hanya berdiam diri di Minggu siang ini. Biasanya saya selalu sibuk orderan foto dari berbagai clothing line terkenal. Biasanya saya menjadi pusat perhatian para cong pendukung sesi pemotretan, make-up artist, fashion stylist, pengarah gaya. Mungkin dengan semakin tuanya saya, tawaran yang datang pun semakin sedikit.

Saya mainkan tangan saya di tuts piano hitam klasik di sudut ruangan. Sudah lumayan berdebu karena belakangan saya jarang memainkannya. Aneh sekali.. Tangan ini sangat kaku. Seketika saya kembali teringat ayah, sang maestro piano yang selalu mengharuskan saya berlatih piano seminggu tiga kali.

***

Selesai mandi, saya segera menyiapkan kopi hitam yang baru saya dapat dari Ebay. Kopi Luwak. Agak mahal memang. Aneh rasanya, saya tinggal di Indonesia, namun susah untuk mendapatkan kopi Luwak yang asli. Tetap saja saya harus membelinya dari penjual resmi di New York. Cocok sih, kota itu memang tidak pernah tidur. Mungkin pengaruh kopi Luwak. Haha, random.

Nikmatnya kopi ini. Saya duduk di hadapan jendela. Menikmati sore hari di kota Bandung dari ketinggian seperti ini memang sangat syahdu. Apalagi ditemani castengels...

ASTAGA! Saya lupa hari ini saya mendapat undangan makan malam dari kamar 1502. Merdi.. Hmmm, bukan.. Mark.. Saya memang cepat lupa nama orang. Wajah pasti saya ingat, hanya saja saya terlalu cepat lupa nama orang.

***

Sekarang pukul 6 sore dan saya sudah lapar. Sudah waktunya saya untuk makan malam dan saya berharap waktu makan di kamar 1502 itu sama dengan waktu makan malam saya.

Eh tapi aneh rasanya jika saya datang tidak membawa apapun. Saya melihat sekeliling ruangan. Apa yang bisa saya bawa.. Saya baru ingat. Kemarin ada yang mengirimkan saya parfum CK One. Tidak terlalu suka baunya. Mungkin bisa jadi sebuah kado tanda perkenalan.

Gradak gruduk


Saya langsung sibuk mencari di mana parfum itu berada. Gara-gara mencari parfum ini, saya kehilangan 30 menit! Hah I hate being late! Hasil didikan ibu saya mungkin. Didikan kum.. kumpeni kalau tidak salah orang Indonesia menyebut bangsa Belanda jaman dulu.

Senyum

***


Ting tong
Ting tong

Grek

Pintu terbuka. Tampaklah sesosok pria...tidak tampan tapi juga tidak buruk rupa. Badannya tidak terlalu bagus tapi kenapa baju itu terlihat bagus dipakainya. Hmmm dia charming...

Hai, kamu pasti dari kamar pojok sana. Kamar 1500?
Perkenalkan saya Mardi. Mardi Wisesa

Dia menjulurkan tangan mengajak bersalaman. Saya jabat tangannya. Hangat..

Hai. Iya saya. Saya Sastradinata. Julian Sastradinata. Nice to finally meet you..Mardi

Senyum

Ah akhirnya itu dia namanya. Mardi Wisesa. Semoga cara bicara saya tadi tidak terbata-bata.

Ini saya ada sesuatu. Anggap saja tanda perkenalan.

Ah ngerepotin aja.

Nggak kok. Ini tidak seberapa. Gue malah berterimakasih sekali karena akhirnya gue tahu bahwa ada manusia lain di lorong ini selain gue.

Hahaha kamu lucu. Ayo masuk. Sudah ada yang lainnya di dalam.

Eh tunggu dulu Mardi!

Saya menepuk pundaknya.

Jangan sampai yang lain tahu ya. Itu cuma buat lo

Ohhh, ok!
***

Demi Tuhan saya lupa nama orang-orang ini. Yang saya ingat hanyalah Kahlua. Sang wartawan. Namanya mirip nama minuman.

Yang lain? Saya ingat ada perempuan kecil yang bekerja sebagai WO. Namanya Tira. Atau.. entahlah ya.

Kemudian ada yang bekerja sebagai penari. Ada yang ...

Maafkan keburukan memori otak saya ini. Sepertinya pengaruh weeds beberapa tahun lalu di Belanda baru terasa efeknya belakangan ini. Ingatan saya mengalami hambatan. Nama orang, sesuatu yang crusial, bahkan saya tidak bisa ingat hanya dalam satu kali pertemuan.

Saya hanya ingat, ada diantara perempuan-perempuan rumpi itu yang membawa kue dari Belgia.

Berada diantara mereka.. Saya merasa hangat. Apakah karena mereka mayoritas perempuan? Saya heran, tidak ada diantara mereka yang sepertinya melihat saya sinis, karena biasanya jika orang yang baru pertama kenal saya, mereka akan merasa seperti ditelanjangi oleh pandangan mata saya from head to toe. So typical.

Temporal deadzone where clocks are barely breathing
yet no one cares to notice for all the yelling, all night clamor to hold it together

I want to play don't wait forms in the hideaway
I want to get on with getting on with things

I want to run in fields, paint the kitchen, and love someone
And I can't do any of that here, can I?

Ini First Train Home-nya Imogen Heap kan?
I love this song. Reminds me of my hometown.

Saya melempar bahan dengan Mardi yang duduk di tempat tangan sofa tempat saya duduk.

Oh iya. Saya juga suka. Eh emang kampung halaman kamu di mana Julian?

Aduh jangan panggil Julian. Terlalu aneh didenger. Panggil gue J aja ya.

Iya sih emang agak panjang.
Ok. J, emang kampung halaman kamu di mana?
Kedengaran dari aksen dan postur tubuh kamu, sepertinya kamu campuran ya?

Ya ampun, Mardi memperhatikan postur tubuh saya sampai dia menanyakan tentang itu sekarang. Gotcha!

Gue dulu lahir dan besar di Amsterdam, Belanda.
Lima tahun yang lalu gue pindah ke Indonesia.
...
Pembicaraan kami berdua mengalir. Saya menceritakan sedikit kisah hidup saya.
Saya bilang jika alasan kepindahan saya ke Indonesia karena saya ingin tahu bangsa asli ayah. Bohong besar!
Saya bilang kalau saya hanya bekerja sebagai model. Bohong besar!
Saya juga bilang kalau saya tidak pernah menyelipkan secarik kertas di bawah pintu 1502. Bohong besar!

Pembicaraan saya dengan orang yang baru kenal, umumnya selalu diawali dengan sebuah kebohongan. Tapi mohon jangan sebut itu sebagai sebuah kebohongan, walaupun memang itu faktanya. Kebohongan itu kasar sekali didengarnya. Terkesan jahat. Sebutlah dengan.. aduh saya lupa istilah itu.. JAIM! Jaga image kalau meminjam istilah dari make-up artist yang pernah merias saya untuk fashion show Gucci bulan lalu.

***

Seru juga bisa bertemu dengan penghuni lorong ini. Lantai 15.

Senang bisa mendengar pengalaman kerja seorang Elora..akhirnya saya ingat nama perempuan mungil ini.. Lumayan godaan jika calon mempelai prianya sangat menggugah birahi.

Senang bisa mendengar tawa lebar seorang Kyna..tiba-tiba otak ini bekerja dan mulai mengingat nama orang satu persatu.. Sepertinya menarik menjadi seorang penari. Di negri Belanda, seorang penari sangat dihargai. Ayah dulu suka mengajak saya ke pertunjukan ballet yang sangat membosankan namun kini saya merindukannya kembali setelah mendengar sedikit cerita dari Kyna.

Senyum

Dan walaupun saya membenci wartawan yang suka menguntit kegiatan saya, ternyata menyenangkan mendengarkan pembicaraan berbobot dari Kahlua. Seputar kisah politik sampai rahasia perselingkuhan pejabat. Seru!

Ateira yang ternyata suka juga fashion. Terlihat dari penampilan petite-nya yang sangat enak dilihat. Pengusaha florist yang cantik dan terlihat sangat pintar.

Saya juga pernah membaca tulisan Kahlea, perempuan bersuara cempreng dengan penampilan sangat simple namun menarik. Dia pernah menjadi kontributor di majalah Esquire. Kalau tidak salah kala itu membahas mengenai homoseksual. Mungkin dia aktivis juga. Saya tidak banyak berbincang dengannya.

Setidaknya malam ini saya tidak perlu mengenang masa lalu ketika duduk di sofa butut ini. Lorong ini memiliki denyut kehidupan yang hembusannya terasa hingga tempat saya saat ini berada. Duduk di atas sofa butut peninggalan ayah, menikmati segelas Cardonnay sambil menikmati alunan album Imogen Heap.

Selamat malam Bandung. Selamat malam Mardi Wisesa. I'll keep my eyes on you!

Senyum



Julian Sastradinata