7/6/10

L'appartemant 1506


#001


"Jadi, menurut anda para pelaku video porno yang meresahkan masyarakat ini harus dihukum seperti apa?" "Kami minta agar pemerintah memberikan hukuman seberat-beratnya. Karena sebesar-besarnya dosa yang dilakukan oleh manusia, zina adalah tindakan yang paling dilaknat Allah. Hukuman penjara tidak akan cukup membuat mereka yang melakukannya jera! MATI! hanya kematian Mereka yang sanggup membersihkan dosa mereka atas peradaban bangsa! Allahu Akbar!"

***

Tidak sampai satu detik setelah teriakan terakhir lelaki itu, saya pun bangun dari alam mimpi. "DOHH!," umpat saya seraya berganti posisi telungkup, mengambil bantal, dan menutup kepala. Alarm amarah yang mengingatkan pagi ini rupanya berasal dari kotak berwarna (juga bersuara) yang juga membawa bencana. Mengapa saya sebut ia petaka? Karena kotak itu selalu menyiarkan kabar dusta, gunjing, dan amuk massa. Sangat tidak disarankan untuk dikonsumsi karena bisa bikin kramotak dan pastinya membakar emosi seharian penuh. Dan apa yang mereka obrolkan di minggu pagi yang syahdu ini? Apa topiknya begitu membara sehingga harus ada teriakan di sana? "Anjeeeeeeenggggg," kali ini tone saya menyaingi sumber suara. Selamat hari minggu, semoga panasnya hati bisa didinginkan dengan segelas kopi.


"Kopi, remote, kopi, nah remot," akhirnya ditemukan juga benda kecil yang bisa mematikan suara lelaki yang membangunkan saya tanpa adab. Satu masalah selesai, kini saatnya melaksanakan ibadah pagi, menyeduh secangkir kopi. Tanpa membuang waktu, ritual itu pun ku mulai, tahap pertama memanaskan air. Tidak ada kompor di kamar ini, yang bisa diminta bantuan hanya water heater putih yang baru saja ku beli. Sambil menunggu airnya masak, dalam-dalam kupandangi ruangan berantakan penuh dengan tumpukan koran dan kardus.


Belum genap satu bulan saya menjamah ruangan ini. Kamar apartemen ini adalah peraduan baru bagi saya, tempat melepaskan peluh dan adiknya, si keluh. Keputusan saya untuk pindah ke sini mungkin sebuah takdir, sudah seharusnya kami bertatap muka dan menciumi bau satu sama lain. Ukurannya tidak terlalu besar, hanya faktor ekonomis lah yang membuatku pindah ke apartemen saguli. Letaknya dekat dengan kantor akan membuat gaji ku tak keluar kantong. Hanya itu alasan awalnya, namun entah mengapa kamar apartemen ini terkesan, berbeda. Ah ya, omong-omong apartemen, saya mulai bertanya-tanya seperti apa rupa para tetangga? Apakah mereka kumpulan orang-orang kota yang dijebak waktu? Atau hanya pentapa yang senang menggariskan nasib sendiri? Inilah dia tulahnya wartawan, kerjaannya cuma satu memikirkan kehidupan orang. Lucu ya? Tapi benar adanya orang lain (terutama kehidupan mereka) selalu membawa tanda tanya besar, simbol hakiki mendasar yakni rasa ingin tahu.

Priiiittttt.

Sekali lagi saya dibangunkan oleh suara, dan tambahan kepulan asap. Kali ini, tandanya perayaan kopi pagi siap laksanakan. 2 sendok serbuk hitam dan 2 sendok serbuk putih, takaran imbang tak pernah membuat rasa mengambang. Yin dan Yang- aduk, campur, dan putar. Sekali lagi, ini bukan sekadar meramu lantas mengecap rasa, tetapi juga merenungkan apa yang telah dibuat (dan diperbuat). Kehangatan cangkir takkan seabadi mentari, dan ada baiknya saya gegas menyambut hari.

Naila Kahlua
1506

No comments:

Post a Comment